Dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan sekaligus sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, pemerintah mulai mengembangkan jenis tanaman Macadamia yang sudah mulai ditanam daerah sekitar Danau Toba, Sumatera utara. Tanaman yang berasal dari Australia dan Sulawesi ini dapat diintegrasikan dengan budidaya lebah madu, nilam dan teknologi arang terpadu. Dengan demikian, selain mendukung rehabilitasi hutan dan lahan juga sekaligus sebagai sumber pendapatan masyarakat.
“Pemilihan jenis tanaman Macadamia integrifolia sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan, khususnya di kawasan Danau Toba, saya pandang tepat karena jenis tanaman ini mampu menahan erosi tanah, serta tahan terhadap kebakaran, dan buahnya yang dapat dikonsumsi masyarakat, serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memberikan arahan dalam acara Peresmian Pengembangan Macadamia Dalam Rangka Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Tahun 2019, Kamis (27/6), di Desa Huta Ginjang, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Jenis tanaman ini dipilih karena sebagai pengganti tanaman hortikultura. Macadamia berumur 6 tahun sudah dapat menghasilkan kacang macadamia. Potensi pendapatan bagi masyarakat juga cukup menjanjikan, mulai dari 200 juta hingga 1 miliar rupiah per hektarnya, tergantung seberapa produktif kacang yang dihasilkan..
Dihadapan ratusan tamu undangan dan masyarakat sekitar, Menko Darmin mengingatkan pentingnya peran hutan dan pohon dalam menjaga keseimbangan kehidupan yang berlangsung di bumi.
“Setiap pohon bisa menjadi solusi dalam mencegah bencana alam seperti longsor, banjir dan kekeringan. Oleh karena itu, menanam pohon menjadi kontribusi yang nyata untuk perbaikan lingkungan,” tegas Menko Darmin.
Langkah Penyelamatan Daerah Aliran Sungai
Saat ini luas lahan kritis di Indonesia diperkirakan mencapai 14 juta hektar yang mengancam kelestarian fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS). Untuk mengatasi lahan kritis dan kerusakan DAS ini, pemerintah telah melakukan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan target per tahun seluas 1,1 juta hektar, terutama di 15 lokasi DAS prioritas.
“Melalui program Rehabilitasi, tingkat erosi dan sedimentasi akan menurun, banjir dan longsor dapat dicegah, dan keanekaragaman hayati akan meningkat, serta juga menyerap karbon yang diperlukan untuk pengendalian perubahan iklim,” kata Menko Darmin.
Sebagai bentang alam yang memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan social, DAS harus dikelola bersama dengan bijak, agar memberi manfaat bagi semua pemangku kepentingan. Karena itu Menko Darmin lantas menjelaskan 3 (tiga) corrective actions yang perlu dilakukan dalam penanganan DAS yakni:
Pertama,kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan jangan berhenti hanya pada menaman pohon. Tetapi harus dicari kegiatan Rehabilitasi yang memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar. “Masyarakat harus dipandang sebagai aset sosial bukan sebagai perambah hutan, sehingga harus didayagunakan. Rehabilitasi harus dirancang tidak hanya untuk tujuan ekologis tapi juga untuk tujuan ekonomi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tutur Menko Darmin.
Kedua,kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, baik instansi pemerintahan, pelaku usaha, perguruan tinggi, maupun organisasi masyarakat.
Ketiga,kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus disinergikan dengan program pemerintah lainnya seperti perhutanan sosial, pengembangan “satu desa satu komoditas unggulan”, dan pengembangan pariwisata.
Dalam kesempatan ini, Menko Darmin didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memberikan penghargaan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Tokoh Masyarakat setempat yang fokus dalam penanggulangan rehabilitasi hutan dan lahan, dilanjutkan dengan acara penyerahan bibit tanaman Macademia secara simbolis kepada masyarakat sekitar.
Acara yang juga diselenggarakan guna memperingati Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia ini juga turut dihadiri oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Para Bupati se-Kawasan Danau Toba, para aktivis lingkungan, serta tokoh pemuka adat setempat.
sumber: ekon.go.id