“Bencana ini terjadi karena Kalimantan merupakan wilayah yang telah kehilangan hutan atau mengalami deforestasi dalam beberapa tahun belakangan,” kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Ari Rompas dalam keterangan tertulis, Selasa (29/11).
Greenpeace Indonesia menyebut bencana banjir yang terjadi di wilayah Kalimantan sejak Kamis (24/11) lalu disebabkan karena deforestasi dalam beberapa tahun terakhir.
Banjir masih melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Banyak warga yang terdampak lantaran banjir tak kunjung surut.
Banjir Di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, merendam 6.911 rumah sehingga membuat 8.033 kepala keluarga yang terdiri dari 29.695 warga terdampak. Sebanyak 17 dari total 30 kelurahan terendam banjir.
Pemkot Palangka Raya sejauh ini telah menetapkan status tanggap banjir. Upaya penanganan kepada warga yang terdampak dilakukan secara intensif.
Ari menerangkan deforestasi itu menyebabkan daya dukung dan daya tampung menjadi bermasalah. Alhasil, banjir meluas dan berdampak bagi penduduk.
“Kehilangan tutupan hutan akibat deforestasi ini terjadi karena masifnya perizinan berbasis lahan, seperti sawit, tambang dan hutan tanaman industri,” tuturnya.
Untuk mengatasi hal ini, Ari menilai perlu dilakukan perombakan radikal terhadap kebijakan untuk melindungi hutan dan memulihkan kawasan yang rusak.
“Serta bagaimana kontribusi untuk menghentikan krisis iklim,” ucap dia.
Sementara itu, banjir di Kota Amuntai mulai berangsur. Namun genangan air dipastikan berlanjut ke wilayah yang lebih rendah di Kabupaten HSU seperti Kecamatan Babirik, Haur Gading, Amuntai Selatan, Sei Tabukan dan Danau Panggang.
Di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, banjir melanda sejak Kamis (24/11). Sedikitnya 9.641 rumah milik warga terendam air dengan tingkat ketinggian yang beragam.
Jumlah warga yang terdampak sebanyak 11.368 kepala keluarga, meliputi 34.029 jiwa. Ada satu korban jiwa akibat banjir di Hulu Sungai Utara.
sumber : cnn